Khatulistiwa Asap Rasa Asin
Pontianak adalah salah satu kota besar yang dilintasi oleh
sungai, bahkan sungai yang melintasi kota ini adalah Sungai terpanjang di
Indonesia yaitu Sungai Kapuas
Tentu saja keberadaan sungai ini sangat berpengaruh bagi
kehidupan kota pontianak itu sendiri, Bahkan pelabuhan terbesar - Dwikora yang
dikelola oleh Pelindo II ada disungai ini. Sungai kapuas juga menjadi Sumber air baku PDAM yang
melayani kebutuhan masyarakat kota pontianak dan sekitarnya
Beberapa hari terakhir air yang mengalir kerumah mulai payau
bahkan hari ini (26/2/2014) sudah bisa dibilang “asin”, sebagai ilustrasi untuk
menggambarkannya teringat waktu kecil ketika terkena gejala diare, Ibu biasa
memberikan Oralit (larutan Gula – Garam) buatan sendiri, nah tingkat asinnya
air PDAM yang dikirim/ mengalir kerumah sudah seperti itu, tentunya tanpa rasa
gula J .
Kadar garam yang terkandung dalam air yang dikirim PDAM ke
rumah disebabkan oleh menurunnya debit air sungai kapuas akibat kemarau panjang
yang sudah terjadi 2 bulan terakhir, hal ini menyebabkan masuknya air laut ke
muara Sungai bahkan sudah mencapai daerah tempat PDAM mengambil sumber air baku.
Kemarau panjang ini juga berdampak pada Kabut Asap yang
sudah menyelimuti kota pontianak sejak beberapa minggu terakhir terutama pada pagi dan malam hari, kabut asap juga sudah masuk pada level BERBAHAYA bagi
kesehatan bahkan pemerintah Kota Pontianak melalui Dinas Pendidikan sempat
meliburkan sekolah untuk alasan kesehatan.
Selain itu Kabut asap juga sudah mengganggu jadwal
penerbangan di Bandara Internasional SUPADIO (PNK), karena jarak pandang
terlalu dekat.
Bumi Khatulistiwa Asap Rasa Asin, (ingat kangkung asap, kepiting asap) seperti menu makanan saja ya, hehehe. Namun yang ini sangat
tidak enak khusunya bagi warga Pontianak dan Kalbar pada umumnya, celakanya
lagi ini seperti sudah menjadi agenda tahunan, jangankan warga Pontianak, Pemerintah pun seperti sudah tidak dapat berbuat apa-apa lagi dengan fonomena alam ini.
Foto Ilustrasi, sumber Antara/ Nova Wahyudi (foto ditambahkan/ diperbaharaui 24/08/18) |
Padahal jika ditelusuri , "menu" Asap Asin ini sebenarnya
bukan sepenuhnya gejala alam. Alam hanya menyumbang musim kemarau selebihnya
ulah manusia.
Kemarau panjang membuat lahan kering, dan menggoda orang
untuk mengambil langkah singkat dan hemat dalam membuka lahan perkebunan dan pertanian,
celakanya langkah ini juga disinyalir dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang
sedang membuka/ mengembangkan lahan perkebunan.
Ulah perusahaan-perusahaan yang tidak bertanggung jawab itu
kadang dilemparkan pada masyarakat yang masih mengelola lahan berpindah,
padahal rasio luas lahan yang dibakar perusahaan tentu jauh lebih besar
dibanding masyarakat yang membuka lahan hanya untuk memenuhi kebutuhan "perut".
Untuk Rasa Asin, seolah-olah warga Pontianak dan sekitarnya
sudah diminta maklum tanpa langkah-langkah perbaikan, misalnya mendatangkan
mesin-mesin baru yang mampu mengolah air dengan kadar garam tinggi menjadi air
bersih tanpa rasa asin sebagaimana sering kita dengar dilakukan oleh
negara-negara maju. Atau jika belum mampu setidaknya segera rencanakan
pemindahan tempat pengambilan sumber air baku lebih naik ke arah hulu sungai
yang tidak tercapai oleh interusi air laut.
Hmmmm, sebagai warga kita dipaksa untuk bisa menerima
dan melakukan kritik dengan cara masing-masing, salah satunya melalui tulisan
ini
komennn aahhhh hahahahaa
ReplyDeletedian blm bise nulis yg kayak gini pak
bisenye cuma corat coret ndak jelasss
Tq dian.... sama2 belajar ya.....
ReplyDelete